Wanita Haid di Haramkan Membaca Al Qur'an

Rabu, 28 September 2011

Dan yang ketiga dari keharaman sebab haid adalah membaca sesuatu dari al qur’an, dengan diucapkan atau dengan isyarah dari orang bisu, seperti yang telah dikatakan oleh Al- Qadli dalam Fatawinya, karena isyarah ditempatkan pada tempatnya mengucapkan pada permasalahan ini, meskipun yang dibaca hanyalah sebagian ayat saja karena menunjukkan pada penghinaan. Baik dengan bacaannya itu dia meniatainya dengan yang lain atau tidak berdasarkan haditsnya Al Tirmidzi dan lainnya, “Orang yang sedang junub dan orang yang haid tidak diperbolehkan membaca sesuatu dari al Qur’an.”
(perkataan mushannif, membaca al Qur’an), dari Malik dijelaskan diperbolehkan bagi perempuan yang haid untuk membaca al qur’an. Dan dari Al Thahawi diterangkan, diper-bolehkan bagi dia untuk membaca al qur’an namun kurang dari satu ayat, seperti yang telah dia nuqilkan dalam Syarah Al-Kanzu dari kitabnya mazhab Hanafi. (Bujaerami, juz 1 hal 356)


(Tanbih): Dihalalkan bagi orang yang mempunyai hadats besar untuk membaca dzikir al qur’an dan yang lainnya, seperti mauidzah, cerita dan hukum yang ada didalam al qur’an, dengan tidak memaksud al qur’an, seperti perkataanya ketika naik kendaraan, (سبحان الذي سخر لنا هذا و ما كنا له مقرنين)  dan ketika mendapat musibah dia mengucapkan  (إنا لله و إنا اليه راجعون), dan apa yang telah terbiasa pada lidahnya dengan tidak memaksud pada al qur’an. Namun jika dia memaksud al qur’an saja atau memaksud al qur’an beserta yang lainnya, maka diharamkan. Dan jika dia memutlakkannya maka tidak diharamkan, seperti yang telah diingatkan oleh Al Nawawi dan yang lainnya.
(perkataan mushannif, tanbih …), Tanbih ini menempati tempatnya perkataan mushannif, “Tempat keharaman membaca al Qur’an adalah ketika dalam pembacaan itu dengan maksud al Qur’an atau dengan maksud al Qur’an dan dzikir. Dan jika tidak memaksud dengan itu semua maka tidak diharamkan.”
(Hasyiyah Al Bujaerami, juz 1 hal 358)


Dan apakah perempuan yang sedang haid diberi pahala karena telah meninggalkan perkara yang diharamkan untuk dia lakukan seperti diberi pahalanya orang yang sakit yang meninggalkan kesunnahan-kesunnahan yang dia lakukan disaat dia masih sehat dan sakit yang membuat dia meninggalkannya? Al Mushannif berkata, “dia (perempuan yang haid) tidak mendapat-kan pahala, karena orang sakit berniat akan melakukannya jika dia sembuh beserta orang sakit itu masih tetap pada sifat ahli-nya. Sedangkan perempuan yang haid tidak bukanlah orang yang ahli sehingga tidak bisa dimungkinkan dia melakukannya, karena perkara itu diharamkan atas dia. Telah selesai dari Syarah Al Romli (Syaubari).
Dan dalam Al Qalyubi ‘Ala Al Mahalli diterangkan bahwa perempuan itu akan mendapat pahala karena telah meningggalkan perkara yang diharamkan utnuk dia lakukan ketika dia mempunya niat mengikuti perintah syari’ dalam meninggalkannya itu, tidak karena ada niat untuk melakukannya senadainya dia tidak haid. Berbeda dengan orang sakit, karena dia adalah ahli pada apa yang dia niati disaat dia mendapatkan udzur.
(Hasyiyah Al Jamal, juz 1 hal 239)

0 komentar:

Islamic Clock

Demi waktu

My music

SCM Music Player - seamless music for your Website, Wordpress, Tumblr, Blogger.