Catatan Hati Seorang Istri..

Jumat, 23 Desember 2011

Saat ia marah,
Sebenarnya ia hanya ingin didekati.
Ia tidak marah, hanya saja ia teramat membutuhkanmu.
Jika ia beranikan diri menampakan seraut wajah cemburu, itupun hanya usahanya untuk melukiskan ketakutannya.
Saat tutur katanya meninggi,
Itu bukan pembelaan, hanya seutas kejujuran.
Perhatikanlah, memang ia senantiasa ingin dihargai..
Namun ketahuilah hatinya tetap menanti.

Maka bersabarlah,
Saat ia berisik, mungkin hatinya terusik
Pahamilah dengan kelembutan, agar kelembutannya tetap terjaga dan melembutkanmu.

Kadang ia hanya mampu diam,
Menyembunyikan hujan di tepian istana hatinya.
Kadang ia tersenyum seperti tegar, sekedar menyembunyikan kerapuhan..

Laksana segenggam rumput halus yang berbisik dibelai angin,
Ia lemah, namun tidak mudah patah. Ia akan tetap menari meski nanti angin berubah menjadi badai..

Dalam keanggunan itu sesungguhnya terdapat kekuatan
Ia tidak mudah berubah, akarnya tetap mencengkram menguatkan sang pohon yang menaunginya.

Ia bukun rumput yang hina,
Ia adalah wanita yang dimuliakan dalam Islam.

Segenggam rumput halus,
yang butuh pohon untuk ia bersandar

Read More - Catatan Hati Seorang Istri..

.:: Sebuah Penantian ::.

Ia ...Pada rindu yang terjaga ...
Masih tersemat untaian setia ...
Kala memapah harapan,
Dalam langkah ...
Kala merengkuh impian,
Di tepian hati ...

Tunggulah ...
Pada sebuah penantian ...
Yang telah terhiasi ...
Pundi-pundi kepercayaan ...
Tertaburi benih cinta ...
Tersirami ketulusan ...
Dan terpupuk rasa pasrah ...
Pada yang Maha Menentukan ...

Perjuangan ini bukan akhir ...
Melainkan titian dzikir ...
Menyempurnakan,
Separuh harap ...
Yang telah di tetapkan,
Pada satu jiwa ...
Tunggulah dalam penantian ...
Read More - .:: Sebuah Penantian ::.

Jalan 'Ilmu...


Jalan itu tidaklah mudah
Karena di setiap sisi ada gemerlap yang memanggil
Meski warna-warni itu hanyalah fana
Yang berujung di kegelapan


Langkah itu bukanlah tanpa sendat
Karena di setiap langkah ada persinggahan yang memukau
Meski indah itu hanyalah sebentar
Yang berakhir dengan sesal


Sungguh tidaklah mudah yakin itu
Karena di setiap sudut ada janji kesenangan
Dan keraguan yang menyusup halus
Hingga menyamarkan tujuan akhir


Dan sungguh meraih ilmu bukanlah gampang
Karena terkadang begitu dekat dengan ajakan riya
Hampir-hampir akrab dengan kesombongan
Nyaris saja berteman dengan kedengkian
Dan tamak itu hampir saja membinasakan
Terlebih sulit meluruskan niat
Dalam rentang masa perjalanan


Yaa muqallibal qulub,
Tsabit qalbi, ala dinik
Read More - Jalan 'Ilmu...

Senantiasa Bersyukur dan Beristighfar..

Minggu, 18 Desember 2011

Syaikhul Islam Abul ‘Abbas Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,

“Seorang hamba—selamanya—berada di antara mendapatkan nikmat dari
Allah dan terjerumus dalam dosa. Nikmat tersebut mengharuskan seseorang
bersyukur pada-Nya dan akibat dosa mengharuskan seseorang beristighfar
pada-Nya. Dua hal ini yang menjadi kewajiban hamba setiap saat
karena mereka senantiasa mendapatkan nikmat dan berbagai karunia (yang
mengharuskannya untuk bersyukur). Di samping itu mereka pun selalu
butuh pada taubat dan istighfar (karena dosa yang terus dilakukan).
Oleh karena itu, sayyid (penghulu) anak adam dan imamnya orang bertakwa, yaitu Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam selalu beristighfar dalam setiap keadaannya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda dalam hadist yang diriwayatkan oleh Al Bukhori :

“Wahai sekalian manusia, bertaubatlah pada Rabb kalian. Sungguh
aku meminta ampun pada Allah dan bertaubat pada-Nya dalam sehari lebih
dari tujuhpuluh kali.”


Dalam Shahih Muslim, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Sesungguhnya hatiku tidak pernah lalai dari dzikir kepada Allah. Sesungguhnya aku beristighfar seratus kali dalam sehari.”


‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma pernah berkata,

“Kami pernah menghitung bacaan dzikir Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam dalam satu majelis. Beliau ucapkan, “Robbighfirlii wa
tub ‘alayya innaka anta tawwaabul ghofuur”(Wahai Rabbku, ampunilah aku
dan terimalah taubatku, sesungguhnya Engkau Maha Penerima taubat dan
ampunan)”, sebanyak 100 kali.”[1]


Sumber: Majmu’ Al Fatawa, Ibnu Taimiyah, Darul Wafa’, 10/88
Read More - Senantiasa Bersyukur dan Beristighfar..

PUASA 'ASYURA..

Senin, 05 Desember 2011


Bismillahirrahmanirrahiim..

“Sesungguhnya jumlah bulan di kitabullah (Al Quran) itu ada dua belas bulan sejak Allah menciptakan langit dan bumi, empat di antaranya adalah bulan-bulan haram,” (QS. At Taubah: 36)
Kata Muharram artinya ‘dilarang’. Sebelum datangnya ajaran Islam, bulan Muharram sudah dikenal sebagai bulan suci dan dimuliakan oleh masyarakat Jahiliyah. Pada bulan ini dilarang untuk melakukan hal-hal seperti peperangan dan bentuk persengketaan lainnya. Kemudian ketika Islam datang, bulan haram ditetapkan dan dipertahankan sementara tradisi jahiliyah yang lain dihapuskan termasuk kesepakatan tidak berperang.

Bulan Muharram memiliki banyak keutamaan, sehingga bulan ini disebut bulan Allah (syahrullah). Pada bulan ini tepatnya pada tanggal 10 Muharram Allah menyelamatkan Nabi Musa as dan Bani Israil dari kejaran Firaun. Mereka memuliakannya dengan berpuasa. Kemudian Rasulullah saw menetapkan puasa pada tanggal 10 Muharram sebagai rasa syukur atas pertolongan Allah.

Masyarakat Jahiliyah sebelumnya juga berpuasa. Puasa 10 Muharram tadinya hukumnya wajib, kemudian berubah menjadi sunnah setelah turun kewajiban puasa Ramadhan.

Ketika Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam telah berhijrah dan tiba di Madinah, beliau mendapati Yahudi Madinah ternyata juga bershaum pada hari tersebut. Maka beliau bertanya kepada mereka. Hal ini sebagaimana dikisahkan oleh shahabat ‘Abdullah bin ‘Abbas radhiyallahu’anhuma :

Bahwa Nabi shalallahu’alaihi wa sallam ketika tiba di Madinah, beliau mendapat Yahudi berpuasa pada hari ‘Asyura. Maka beliau bertanya (kepada mereka) : “Hari apakah ini yang kalian bershaum padanya?” Maka mereka menjawab : “Ini merupakan hari yang agung, yaitu pada hari tersebut Allah menyelamatkan Musa beserta kaumnya dan menenggelamkan Fir’aun bersama kaumnya. Maka Musa bershaum pada hari tersebut dalam rangka bersyukur (kepada Allah). Maka kami pun bershaum pada hari tersebut” Maka Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam bersabda : “Kami lebih berhak terhadap Musa daripada kalian.” Maka Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam bershaum pada hari tersebut dan memerintahkan (para shahabat) untuk bershaum pada hari tersebut. [HR. Al-Bukhari 2004, 3397, 3943, 4680, 4737. Muslim 1130]
Dari Abu Hurairah ra. berkata, Rasulullah saw. bersabda, “Sebaik-baiknya puasa setelah Ramadhan adalah puasa pada bulan Allah Muharram. Dan sebaik-baiknya ibadah setelah ibadah wajib adalah shalat malam.” (HR Muslim)
Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam pernah ditanya tentang shaum pada hari Asyura`, maka beliau menjawab :

“(Shaum tersebut) menghapuskan dosa-dosa setahun yang telah lewat.” [HR. Muslim 1162)
Walaupun ada kesamaan dalam ibadah, khususnya berpuasa, tetapi Rasulullah saw memerintahkan pada umatnya agar berbeda dengan apa yang dilakukan oleh Yahudi, apalagi oleh orang-orang musyrik. Oleh karena itu beberapa hadits menyarankan agar puasa hari ‘Asyura diikuti oleh puasa satu hari sebelum atau sesudah puasa hari ‘Asyura.

Secara umum, puasa Muharram dapat dilakukan dengan beberapa pilihan. Pertama, berpuasa tiga hari, sehari sebelumnya dan sehari sesudahnya, yaitu puasa tanggal 9, 10 dan 11 Muharram. Kedua, berpuasa pada hari itu dan satu hari sesudah atau sebelumnya, yaitu puasa tanggal: 9 dan 10, atau 10 dan 11. Ketiga, puasa pada tanggal 10 saja, hal ini karena ketika Rasulullah saw memerintahkan untuk puasa pada hari ‘Asyura para sahabat berkata: “Itu adalah hari yang diagungkan oleh orang-orang Yahudi dan Nasrani, beliau bersabda: “Jika datang tahun depan insya Allah kita akan berpuasa hari kesembilan, akan tetapi beliau meninggal pada tahun tersebut.” (HR. Muslim).



Sehingga dapat disimpulkan bahwa “Shaum ‘Asyura` memiliki empat tingkatan :

Tingkat Pertama : bershaum pada tanggal 9, 10, dan 11. Ini merupakan tingkatan tertinggi. Berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad dalam Al-Musnad :

Bershaumlah sehari sebelumnya atau sehari setelahnya. Selisihilah kaum Yahudi.” Dan karena seorang jika ia bershaum (pada) 3 hari (tersebut), maka ia sekaligus memperoleh keutamaan shaum 3 hari setiap bulan.

Tingkat Kedua : bershaum pada tanggal 9 dan 10. Berdasarkan sabda Nabi shalallahu’alaihi wa sallam : “Kalau saya hidup sampai tahun depan, niscaya aku bershaum pada hari ke-9.” Ini beliau ucapkan ketika disampaikan kepada beliau bahwa kaum Yahudi juga bershaum pada hari ke-10, dan beliau suka untuk berbeda dengan kaum Yahudi, bahkan dengan semua orang kafir.

Tingkat Ketiga : bershaum pada tanggal 10 dan 11.

Tingkat Keempat : bershaum pada tanggal 10 saja. Di antara ‘ulama ada yang berpendapat hukumnya mubah, namun ada juga yang berpendapat hukumnya makruh.

Yang berpendapat hukumnya mubah berdalil dengan keumuman sabda Nabi shalallahu’alaihi wa sallam ketika beliau ditanya tentang shaum ‘Asyura`, maka beliau menjawab

“Saya berharap kepada Allah bahwa shaum tersebut menghapuskan dosa setahun sebelumnya.” Beliau tidak menyebutkan hari ke-9.
Sementara yang berpendapat hukumnya makruh berdalil dengan sabda Nabi shalallahu’alaihi wa sallam : “Selisihilah kaum Yahudi. Bershaumlah sehari sebelumnya atau sehari setelahnya.” Dalam lafazh lain, “Bershaumlah sehari sebelumnya dan sehari setelahnya.” Sabda beliau ini berkonsekuensi wajibnya menambahkan satu hari dalam rangka menyelisihi (kaum Yahudi), atau minimalnya menunjukkan makruh menyendirikan shaum pada hari itu (hari ke-10) saja. Pendapat yang menyatakan makruh menyendirikan shaum pada hari itu saja merupakan pendapat yang kuat.”

Kesibukan yang ada, terkadang membuat kita lupa esok tanggal berapa, jika saat ini keluarga kajian dekat dengan alat yang bisa mengingatkan keluarga kajian semua akan pentingnya shaum bulan Muharram, kita buat “reminder” yuk, bersiap menyambut keutamaannya dengan berniat untuk melaksanakannya esok di tanggal 9, 10 Muharram. Selamat menempuh tahun baru dengan peluang kesuksesan dan kenikmatan memperoleh rizki di dunia untuk mendapatkan akhiratnya.
Read More - PUASA 'ASYURA..

Peran Muslimah sebagai Ibu..

Sabtu, 03 Desember 2011

Sebuah syair Arab mengungkapkan hal berikut,


"Seorang ibu tak ubahnya bagai sekolah. Bila kita mempersiapkan sekolah itu secara baik, berarti kita telah mempersiapkan suatu bangsa dengan generasi emas."
...
Beban perbaikan dan pembentukan masyarakat yang Islami juga menjadi tanggung jawab wanita. Hal ini dikarenakan jumlah wanita yang lebih banyak dari laki-laki dan seorang anak tumbuh dari bimbingan seorang wanita. Maka, tidak bisa tidak seorang wanita harus membekali dirinya dengan ilmu syar'i khususnya mengenai pendidikan anak karena pendidikan anak menjadi tugas utama yang dibebankan kepada kaum wanita.


Syaikh Ibnu 'Utsaimin rahimahullah berkata, "Hendaknya seorang wanita membaguskan pendidikan anak-anaknya karena anak-anaknya adalah generasi penerus di masa yang akan datang. Dan yang mereka contoh pertama kali adalah para ibu. Jika seorang ibu mempunyai akhlak, ibadah, dan pergaulan yang bagus, mereka akan tumbuh terdidik di tangan seorang ibu
yang bagus. Anak-anaknya ini akan mempunyai pengaruh positif dalam masyarakat.


Oleh karena itu, wajib bagi para wanita yang mempunyai anak untuk memperhatikan anak-anaknya, bersungguh-sungguh dalam mendidik mereka, memohon pertolongan jika suatu saat tidak mampu memperbaiki anaknya baik lewat bantuan bapak atau jika tidak ada bapaknya lewat
bantuan saudara-saudaranya atau pamannya dan sebagainya". (Daurul Mar'ah fi Ishlah Al Mujtama' hlm. 25-26 dalam Majalah Al Furqon edisi 12 tahun VIII)


Seorang ibu yang cerdas dan shalihah tentu saja akan melahirkan keturunan yang cerdas dan sholih pula, bi idzinillah. Lihatlah hal itu dalam diri seorang shahabiyah yang mulia, Ummu Sulaim radhiyallahu 'anha, ibunda Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu yang merupakan pembantu setia Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Selain cerdas, ia juga penyabar dan pemberani. Ketiga sifat mulia inilah yang menurun kepada Anas dan mewarnai perangainya di kemudian hari. (Ibunda Para Ulama, hlm.25)


Dengan kecerdasannya, ia 'hanya' meminta sebuah mahar yang ringan diucapkan namun terasa berat konsekuensinya, yaitu keislaman Abu Thalhah radhiyallahu 'anhu yang meminangnya saat itu. Dengan kesabarannya pula, ia mampu menyimpan rapat-rapat kesedihannya karena kematian putranya demi menenangkan suaminya. Potret Semangat Para Salafush Shalih dalam Menuntut Ilmu Demikian pentingnya peran para wanita.


Dalam setiap lini kehidupannya, pasti membutuhkan ilmu syar'i. Hal ini pula yang dimengerti betul oleh para shahabiyah pada masa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sehingga mereka meminta waktu khusus pada beliau untuk mengkaji masalah-masalah agama.

 Dari Abu Sa'id Al Khudriy radhiyallahu 'anhu, ia mengatakan bahwa ada seorang wanita menghadap Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam seraya berkata, "Wahai Rasulullah, kaum laki-laki telah memborong waktumu. Oleh karenanya peruntukkanlah untuk kami sebuah waktu khusus yang engkau tetapkan sendiri. Pada waktu itu kami akan mendatangimu lalu engkau ajarkan kepada kami ilmu yang telah Allah ajarkan kepadamu."


Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam lantas bersabda, "Berkumpullah kalian pada hari ini dan ini di tempat ini." Kaum wanita pun berkumpul, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam lalu mendatangi mereka dan mengajari mereka ilmu yang telah Allah ajarkan kepada beliau shallallahu 'alaihi wa sallam." (HR. Bukhari dan Muslim)


Semangat kaum wanita muslimah dalam mencari ilmu telah mencapai puncaknya hingga mereka menuntut adanya majelis ilmu yang khusus diperuntukkan untuk mengajari mereka. Padahal sebenarnya mereka telah mendengarkan kajian Rasulullah di masjid serta nasihat-nasihat beliau shallallahu 'alaihi wa sallam.

 Demikian juga keadaan para wanita Anshar pada masa Nabi shallallahu'alaihi wa sallam. Dari 'Aisyah radhiyallahu 'anha ia berkata, "Sebaik-baik wanita adalah wanita dari kaum Anshar. Rasa malu tidak menghalangi diri mereka untuk mendalami ilmu agama." (HR. Muslim) Kita jumpai pula bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam sangat menganjurkan kaum wanita untuk menghadiri berbagai majelis ilmu guna menambah bekal keilmuan mereka.


Dari Ummu 'Athiyah al Anshariyyah ia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam telah memerintahkan kami untuk menghadiri sholat hari raya 'Idul Fithri dan hari raya 'Idul Adha, baik awatiq (gadis yang sudah baligh atau hampir baligh), maupun wanita-wanita yang sedang haid dan juga gadis-gadis pingitan. Adapun wanita yang sedang haid, mereka hendaknya tidak berada di tempat shalat. Saat itu mereka menyaksikan kebaikan dan doa yang dipanjatkan oleh kaum muslimin. Ummu Athiyah berkata, "Wahai Rasulullah, salah seorang di antara kami tidak memiliki jilbab?" Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Hendaknya muslimah yang lain meminjami jilbab untuknya." (HR. Bukhari dan Muslim) (Para Ulama Wanita Pengukir Sejarah, hlm. 8-10)


Sejarah telah mencatat, ulama tidak hanya berasal dari kalangan laki-laki saja. Ada banyak ulama wanita yang masyhur dan bahkan menjadi rujukan bagi ulama dari kalangan laki-laki. Lihat saja 'Aisyah radhiyallahu 'anha, wanita cerdas yang namanya akan terus dibaca oleh kaum muslimin dalam banyak hadits Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. 'Aisyah pula yang merupakan sebaik-baik teladan para wanita dalam menuntut ilmu, baik itu ilmu agama maupun ilmu umum. Az Zuhri mengatakan, "Andai ilmu 'Aisyah radhiyallahu 'anha itu dikumpulkan lalu dibandingkan dengan ilmu seluruh wanita, niscaya ilmu yang dimiliki oleh 'Aisyah radhiyallahu 'anha itu lebih unggul". (Al Haitsami berkata dalam al Majma' (9/243), "Hadits ini diriwayatkan oleh Ath Thabarani sedangkan rawi-rawinya adalah orang yang bisa dipercaya." Hadits ini juga diriwayatkan oleh Al Hakim 4/139. Lihat: Para Ulama Wanita Pengukir Sejarah, hlm. 20)


Begitu juga dengan masa setelah para shahabat (yaitu masa tabi'in, tabi'ut tabi'in, dan seterusnya). Setiap zaman selalu menorehkan tinta emas nama-nama para ulama wanita hingga masa sekarang ini. Di antara mereka, adalah putri-putri ulama besar di jamannya. Sebut saja putri Sa'id bin Musayyib (tabi'in), putri Imam Malik, Ummu 'Abdillah binti Syaikh Muqbil bin Hadi, dan lainnya. Apakah ilmu yang mereka dapatkan itu merupakan ilmu warisan dari ayah-ayah mereka yang seorang ulama? Jawabannya, tentu tidak. Ilmu bukanlah harta benda yang dapat diwariskan begitu saja.


Alangkah bagusnya apa yang diceritakan oleh Al Farwi, "Kami pernah duduk di majelis Imam Malik. Pada saat itu putra beliau keluar masuk majelis dan tidak mau duduk untuk belajar. Maka Imam Malik menghadap kami seraya berkata, "Masih ada yang meringankan bebanku yaitu bahwa masalah ilmu ini tidak bisa diwariskan." (Majalah al Furqon edisi 12 tahun VI)


Tentu saja ilmu yang mereka dapatkan tidak datang begitu saja. Ada usaha dan pengorbanan yang besar untuk meraihnya. Mari kita simak kegigihan para salaf dahulu dalam menuntut ilmu.
Hasan Al Bashri berkata, "Apabila engkau mendapati seseorang yang mengalahkanmu dalam urusan dunia, maka kalahkanlah dia dalam urusan akhirat." Imam Ahmad berwasiat kepada putranya, "Aku telah menginfakkan diriku untuk perjuangan". Ketika Imam Ahmad ditanya kapan seseorang dapat beristirahat? Maka beliau menjawab, "Ketika pertama kali menginjakkan kakinya di surga."


Imam Adz Dzahabi rahimahullah berkata, "Dahulu generasi salaf menuntut ilmu karena Allah, maka mereka pun menjadi terhormat dan menjadi para imam panutan. Kemudian datanglah suatu kaum yang menuntut ilmu yang pada mulanya bukan karena Allah dan berhasil memperolehnya. Namun kembali kepada jalan yang lurus dan mengintrospeksi dirinya sendiri dan akhirnya ilmu itu sendiri yang mendorong dirinya menuju keikhlasan di tengah jalan.


Sebagaimana dinyatakan oleh Mujahid dan lainnya, "Dahulu kami menuntut ilmu tanpa niat yang tinggi. Namun, kemudian Allah menganugerahi niat tersebut sesudah itu." Sebagian ulama menyatakan, "Kami hendak menuntut ilmu untuk selain Allah. Namun ternyata ia hanya bisa
dilakukan karena Allah". (Panduan Akhlak Salaf , hlm. 7)


Para salaf yang lain juga benar-benar bersemangat memperhatikan permasalahan niat ini. Sufyan Ats Tsauri berkata,


"Saya tidak pernah mengobati sesuatu melebihi terapiku terhadap niat." Tidak hanya hati saja yang mereka jaga kesungguhan dan ketulusannya ketika menuntut ilmu, tubuh mereka pun ditempa sedemikian rupa sehingga menjadi raga yang kuat menghadapi rintangan dalam perjalanan menuntut ilmunya.



Perhatikanlah kisah Hajjaj bin Sya'ir ini, "Ibuku pernah menyiapkan untukku seratus roti kering dan aku menaruhnya di dalam tas. Beliau mengutusku ke Syubbanih (salah seorang ahli hadits) di Madain. Aku tinggal di sana selama seratus hari. Setiap hari aku membawa seratus roti dan mencelupkannya ke sungai Dajlah kemudian aku memakannya. Setelah roti habis aku kembali ke ibuku." (102 Kiat Agar Semangat Belajar Agama Membara, hlm. 274).

Read More - Peran Muslimah sebagai Ibu..

Pahala Wanita dan Laki-laki yang beriman..

Jumat, 02 Desember 2011



Ada seorang wanita yang bertanya kepada ulama saudi tentang pahala perempuan di akhirat. Berikut pertanyaan dan jawabannya. Pertanyaannya: Ketika saya membaca alquran saya menemukan dalam berbagai ayat memberikan berita gembira kepada laki-laki yang beriman dengan bidadari yang sangat cantik, apakah perempuan mempunyai teman atau pasangan selain suaminya karena sebagian besar pernyataan mengenai pahala di akhirat ditujukan kepada laki-laki yang beriman ? apakah pahala bagi perempuan yang beriman lebih sedikit daripada yang diperoleh laki-laki yang beriman ?”


Jawaban dari para ulama :Tidak ada keraguan sedikitpun bahwa pahala di akhirat nanti diberikan kepada laki-laki dan perempuan. Hal ini berdasarkan firman Allah :


”Sesungguhnya Allah tidak akan menyia-nyiakan amal orang yang beramal di antara kamu baik laki-laki maupun perempuan” (QS Al Imran : 195)


”Dan barangsiapa yang mengerjakan amal saleh baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, sesungguhnya akan kami berikan kepadanya kehidupan yang baik” (QS An nahl : 97)


”Dan barangsiapa yang mengerjakan amal-amal shaleh, baik laki-laki maupun perempuan sedang ia orang beriman, mereka itu akan masuk surga” (QS an nisa’ : 124)


”Sesungguhnya laki- laki dan perempuan muslim laki-laki dan perempuan yang beriman …hingga…Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar” (QS Al ahzab : 35)


Dalam ayat yang lain Allah menyebutkan bahwa mereka laki-laki dan perempuan, masuk surga bersama-sama, ‘Mereka dan isteri-isteri mereka terdapat di tempat yang teduh” (QS Yasiin : 56)


”Masuklah kamu ke dalam surga, kamu dan isteri isteri kamu digembirakan” (QS Al Zuhruf : 70)


Allah juga menyebutkan bahwa dia akan menciptakan perempuan dengan penciptaan khusus :


”Sesungguhnya kami menciptakan mereka (para bidadari) dengan penciptaan yang khusus dan kami jadikan mereka perawan (QS Al Waqiah : 35-36)


Keterangan di atas menyebutkan bahwa Allah akan menciptakan kembali perempuan yang sudah tua menjadi bidadari, dan membuat mereka perawan, begitu juga laki-laki yang sudah tua akan diciptakan kembali menjadi pemuda dan beberapa hadits ditunjukkan bahwa perempuan yang masih hidup mempunyai kelebihan dari bidadari karena peribadatan dan kepatuhan mereka.


Oleh karena itu perempuan yang beriman akan memasuki surga sebagaimana laki-laki yang beriman. Jika seseorang perempuan mempunyai sejumlah suami setelah kawin cerai dan dia masuk bersama mereka dan akan memilih yang berkelakuan paling baik..
Wallahu a'lam..
Read More - Pahala Wanita dan Laki-laki yang beriman..

Muslimah dan Bidadari Bermata Jeli..

Kamis, 01 Desember 2011


Dari Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha, ia berkata, “Saya bertanya, “Wahai Rasulullah, manakah yang lebih utama, wanita dunia ataukah bidadari yang bermata jeli?”


Beliau shallallahu’‘alaihi wa sallam menjawab,
“Wanita-wanita dunia lebih utama daripada bidadari-bidadari yang
bermata jeli, seperti kelebihan apa yang tampak daripada apa yang tidak
tampak.”


Saya bertanya, “Karena apa wanita dunia lebih utama daripada mereka?”


Beliau menjawab, “Karena shalat mereka, puasa dan ibadah mereka
kepada Allah. Allah meletakkan cahaya di wajah mereka, tubuh mereka
adalah kain sutra, kulitnya putih bersih, pakaiannya berwarna hijau,
perhiasannya kekuning-kuningan, sanggulnya mutiara dan sisirnya terbuat
dari emas. Mereka berkata, ‘Kami hidup abadi dan tidak mati, kami lemah
lembut dan tidak jahat sama sekali, kami selalu mendampingi dan tidak
beranjak sama sekali, kami ridha dan tidak pernah bersungut-sungut sama
sekali. Berbahagialah orang yang memiliki kami dan kami memilikinya.’.”
(HR. Ath Thabrani)


Subhanallah. Betapa indahnya perkataan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Sebuah perkataan yang seharusnya membuat kita, wanita dunia, menjadi
lebih bersemangat dan bersungguh-sungguh untuk menjadi wanita shalihah.
Berusaha untuk menjadi sebaik-baik perhiasan. Berusaha dengan lebih
keras untuk bisa menjadi wanita penghuni surga..
Read More - Muslimah dan Bidadari Bermata Jeli..

Islamic Clock

Demi waktu

My music

SCM Music Player - seamless music for your Website, Wordpress, Tumblr, Blogger.